Bercerita 02: Dicintai atau Mencintai

Jika ada yang bertanya, “Kamu lebih memilih dicintai atau mencintai?” kira-kira akan seperti apa jawabanmu?

Kebanyakan orang sepertinya akan memilih dicintai daripada mencintai. Iya, kan? Siapa sih, yang tidak ingin diberi begitu banyak kasih sayang, diperhatikan dan dipedulikan sebegitu besarnya. Siapa juga yang tidak ingin didengarkan dengan begitu khidmat, dipeluk dengan hangat dan dipenuhi kebutuhannya dengan tepat.

Semua orang ingin dicintai dengan begitu tulus. Apalagi perempuan. Saya pernah mendengar ucapan salah satu pendakwah. Beliau bilang, “Perempuan itu diciptakan dari tulang rusuk yang dekat dengan hati. Jadi, tidak heran jika mereka lemah lembut dan penuh kasih sayang. Karena itu, perempuan harus dicintai, didiklah mereka sesuai kodratnya. Jangan terlalu keras, jika tidak ingin ia patah dan hancur.”

Perempuan selalu ingin disayang, diperhatikan dengan mata berbinar dan didengarkan dengan penuh khidmat. Karena ya, seperti itulah sifat alaminya perempuan. Dan ketika mereka merasa dicintai dengan tepat, maka perempuan tidak segan memberi cinta yang jauh lebih besar dari yang ia terima.

Tapi, salahkah jika perempuan yang lebih dulu mencintai?

Sebenarnya, pembahasan tentang cinta, tidak hanya berputar tentang hubungan antara laki-laki dan perempuan. Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, cinta kepada diri sendiri, cinta kepada orang tua, cinta kepada saudara adalah bentuk cinta yang bisa kita rasakan. Dan tentu saja, perempuan bisa mencintai lebih dulu.

Namun, jika hanya sebatas perkara rasa cinta antara laki-laki dan perempuan, apa pantas bila perempuan yang mencintai lebih dulu? 

Menurut saya, sah-sah saja. Karena, rasa cinta terkadang hadir tanpa aba-aba. Kamu tidak bisa menebak-nebak pada siapa hatimu akan jatuh. Dan tidak jarang pula, rasa itu hadir karena terbiasa.

Menurut saya, tidak ada yang salah jika perempuan mencintai lebih dulu. Asalkan, perasaan itu dibalut dengan rapi dan tidak berlebihan. Saat diri belum bisa melabuhkan cinta dengan cara yang halal, ada baiknya perasaan itu disimpan saja. Cintai seadanya. Karena bagaimana pun, mencintai seseorang adalah fitrah dan diajarkan juga oleh Rasulullah.

Dari Abu Amzah, Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shalallaahu ‘Alayhi Wasallam bersabda yang artinya, “Tidak sempurna iman salah seorang di antara kamu, sampai ia mencintai saudaranya (Sesama muslim), sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Bahkan, Rasulullah juga mengajarkan kita mencintai seseorang yang belum bisa merasakan cinta kita. Tentu kamu ingatkan, ketika Rasulullah terus memberi makan seorang perempuan buta yang begitu membenci beliau. Dengan sabar, Rasulullah tidak pernah absen menyuapi perempuan buta tersebut. Dan ketika beliau wafat, Abu Bakar As-Siddiq yang menggantikan beliau. Namun, sang perempuan buta tahu jika orang yang memberinya makan tidak sama. Ketika sadar jika Rasulullah yang selalu menyuapinya, perempuan itu menangis dan bersyahadat.

Sikap Rasulullah ini mengajarkan kita untuk ikhlas mencintai karena Allah. Tidak perlu memaksa orang untuk kembali mencintai kita, cukup serahkan rasa cinta itu pada pemilik hatinya. Dan ya, saya sendiri selalu berusaha melakukan hal itu. Meskipun diawal tidak nyaman dan terasa begitu menyakitkan, percayalah selalu ada pelajaran yang bisa kita ambil ketika mencintai seseorang.

Pengalaman mencintai seseorang itu, membuat saya mempelajari banyak hal. Allah memberikan saya hidayah lewat kehadirannya. Ada kebiasaan buruk saya yang perlahan berubah, pola pikir dan anggapan saya tentang beberapa hal juga berubah. Bahkan, kehadirannya membuat saya belajar lebih banyak tentang diri sendiri.

Namun, ketika perasaan cinta itu belum bisa berlabuh dengan semestinya, mungkin banyak yang bilang jika orang itu bukan yang terbaik untuk kita. Tapi, pernahkah kita berpikir, mungkin saja kita yang belum cukup baik untuk dia. Dan anggapan itu sempat muncul di benak saya. Alhasil, saya terus mengintrospeksi diri dan berusaha menjadi versi terbaik diri, dengan hati yang lebih ikhlas dan niat yang lebih lurus.

Entah nanti orang yang kita cintai itu akan kembali, atau malah Allah gantikan dengan yang lebih baik menurut-Nya. Apapun itu, bagi saya mencintai seseorang adalah cara lain untuk bersyukur dan belajar memperbaiki diri.

Jadi, jangan takut untuk mencintai dan jangan pula selalu meminta untuk dicintai. Tapi, cobalah belajar mencintai dengan tulus, maka kita bisa mendapat cinta yang lebih tulus. Jika tidak didapat dari manusia yang kita cintai, Allah akan mengirimkan lebih banyak cinta-Nya dari manusia lain dengan cara yang tidak pernah kita sangka.

***

Bagaimana cerita kali ini? Kamu tim dicintai atau mencintai, nih?

Terima kasih sudah membaca cerita kali ini, ya. Semoga selalu sehat dan dimudahkan semua urusannya ^^

Komentar

Postingan Populer