Kilas Cerita 01: Mari Menjadi Kaya

Siapa sih, yang tidak ingin punya banyak uang di dunia ini? Bisa beli apa saja, bisa pergi kemana saja, semuanya bisa dilakukan jika kita punya banyak uang, bukan?

Beberapa waktu lalu, saya belajar tentang salah satu paham filsafat yang belum pernah saya dengar sebelumnya, yakni paham Marxisme. Paham filsafat ini dikemukakan oleh seorang filsuf asal Jerman bernama Karl Marx. Ia dikenal dengan pemikirannya tentang ekonomi, politik dan sosial.

Pembahasan tentang Karl Marx, yang disampaikan oleh Profesor di kelas saya saat itu, cukup banyak membuka pikiran saya, khususnya tentang fungsi uang. Beliau menceritakan latar belakang Karl Marx, hingga berhasil menjadi salah satu filsuf terkenal. Ternyata, pemikiran Karl Marx lahir dari kondisi lingkungannya.

Ia merupakan anak dari seorang pengacara yang membela para buruh. Kala itu, Karl Marx tumbuh di era industri. Ia banyak melihat para buruh diperlakukan tidak adil. Sehingga, munculah paham Marxisme yang menjadi bentuk protesnya terhadap paham kapitalisme. Ia menganggap, kaum kapital hanya memanfaatkan tenaga para buruh. Mereka diperas tenaganya, hanya untuk mendapatkan upah yang kecil. Sedangkan, kaum kapitalis yang mengumpulkan banyak uang dan menikmati kemewahan.

Kondisi itulah yang menyebabkan paham Marxisme menginginkan adanya kesetaraan sosial. Namun, Marxisme juga dikenal sebagai salah satu paham komunis. Sehingga, tidak cocok dengan ideologi bangsa kita. Dibalik itu, ada satu hal yang menarik perhatian saya, ketika Profesor yang mengajar saya membahas paham ini, yakni pandangan Marxisme terhadap uang atau kekayaan.

Paham ini menganggap, uang akan bernilai ketika digunakan. Sedangkan, uang yang disimpan di bank, tidak bernilai sedikit pun, karena hanya berbentuk angka-angka. Kala menjelaskan bagian ini, Profesor yang mengajar saya mengaitkannya dengan ajaran islam. Beliau bilang, jauh sebelum Karl Marx mengajukan pemikirannya tentang uang dan kesejahteraan sosial, Rasullullah Shalallaahu ‘Alayhi Wasallam sudah lama mengajarkan hal ini.

Bahkan, ajaran islam mengajarkan kita untuk bersedekah, bukan menimbun harta. Uang dan semua kekayaan yang kita miliki tidaklah berarti apa-apa. Materi itu hanya bernilai jika kita menggunakannya untuk kebutuhan hidup kita.

Iya, uang memang bisa membeli apa saja dan semua orang membutuhkan uang. Namun, jika tidak digunakan dengan bijak, uang dan kekayaan hanyalah sebuah bencana. Uang bisa mengubah korban menjadi tersangka. Dan tidak sedikit pula, orang yang tidak layak bisa menjadi layak karena uang. Ibaratnya, jika uang berbicara, tidak ada yang tidak bisa dilakukan.

Dan sebagai muslim, kita harusnya tidak pernah meragukan berapa pun uang yang sampai di kantong kita. Besar atau kecil jumlahnya, semua sudah sesuai takaran kita masing-masing, bukan? Tugas kita hanya menggunakannya dengan lebih bijak, sesuai kebutuhan bukan keinginan. Iya, itulah kalimat-kalimat yang selalu saya tanamkan di otak, agar lebih bersyukur dan tidak berlebih-lebihan.


Ada satu kalimat penutup yang disampaikan Profesor ketika mengajar di kelas saya saat itu. Beliau bilang, “Kaya itu bukan untuk disimpan, tetapi untuk dibagi.”

Dan ya, saya sangat setuju dengan kalimat itu. Karena, Allah Subhaanahu wa ta’ala dan Rasulullah Shalallaahu ‘Alayhi Wasallam juga mengajarkan pada kita, bahwa semakin banyak yang kita bagi, semakin banyak pula yang akan kita terima. Jadi, jangan kaya untuk diri sendiri, tetapi mari menjadi kaya dengan berbagi.

***

Bagaimana cerita kita kali ini? Bagaimana arti ‘Kaya’ menurut teman-teman? Diskusi bersama di kolom komentar, yuk >_<

Terima kasih sudah membaca cerita hari ini, boleh mampir untuk beri kritik dan sarannya. Enaknya, kita cerita tentang apa lagi, ya?


Komentar

Postingan Populer